http://www.jawapos. co.id/halaman/ index.php? act=detail& nid=72624
[ Senin, 01 Juni 2009 ]
Kasus Ketidaklulusan 100 Persen, Depdiknas Tunggu Hasil Investigasi Itjen Kasus Ketidaklulusan 100 Persen pada 19 SMA
JAKARTA - Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) ternyata belum mengambil langkah konkret untuk menyikapi kasus ketidaklulusan seratus persen siswa 19 SMA di tanah air dalam ujian nasional (unas). Sejauh ini belum diungkapkan siapa yang paling bertanggung jawab atas beredarnya kunci jawaban palsu penyebab ketidaklulusan itu.
Direktur Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdiknas Sungkowo yang membawahkan SMA di Indonesia mengaku tidak tahu-menahu kasus itu. ''Saya malah baru mendengar. Jika benar, sayang sekali karena SMAN 2 Ngawi adalah sekolah favorit,'' katanya saat dikonfirmasi kemarin (31/5).
Pernyataan Sungkowo terkesan ganjil karena instansinya bertanggung jawab atas persoalan SMA di seluruh Indonesia. Bahkan, Sungkowo tidak tahu kasus itu terjadi pada 19 SMA. ''Saya akan cek dulu, baru saya bias berkomentar, '' ujarnya.
Sebelumnya, terdapat 19 SMA di Indonesia yang 100 persen siswanya tidak lulus unas. Sekolah itu berada di Palembang, Gorontalo, Jatim, NTB, Jabar, dan Bengkulu. Di Jatim, kasus ketidaklulusan itu terjadi di SMAN 2 Ngawi dan SMAN Wungu, Madiun. Unas ulang pun dijadwalkan 8-12 Juni mendatang.
Sungkowo menyayangkan kenapa masalah itu bisa terjadi. Apalagi, kata dia, SMAN 2 Ngawi dan SMAN Wungu, Madiun, berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Kemampuan siswanya notabene di atas rata-rata. ''Sekolah-sekolah itu kan favorit. Sayang, kenapa siswanya harus mempercayai kunci jawaban,'' ujarnya.
Sungkowo justru menyalahkan siswa. Menurut dia, pihaknya berkali-kali mengimbau siswa agar tidak memercayai kunci jawaban. Apalagi, kata dia, standar kelulusan unas sejatinya tidak begitu tinggi. Nilai minimal rata-rata unas tahun ini hanya dipatok 5,50. Dengan patokan itu, tingkat ketidaklulusan unas di Indonesia diprediksi sekitar tujuh persen.
Ada empat mata pelajaran yang diujikan dalam unas. Untuk IPA, yakni biologi, matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. IPS meliputi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sosiologi, dan matematika.
''Tapi, jika kasus ini masih terjadi, kami akan segera koordinasikan, '' janji Sungkowo. Dia juga tidak bisa menyebut siapa yang paling bertanggung jawab. Saat ini, tutur dia, Depdiknas baru melakukan proses investigasi melalui inspektorat jendral (itjen). Jika kasus itu terbukti tindak pidana, Depdiknas akan menyerahkan kepada polisi.
Ketua Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Prof Eddy Mungin Wibowo mengatakan, karena kasus itu termasuk pelanggaran, itjen turun untuk melakukan investigasi di beberapa provinsi yang sekolahnya terindikasi melakukan kecurangan. Yaitu, Palembang, Jatim, Jabar, NTB, Bengkulu, dan Gorontalo.
''Hingga saat ini, kita belum tahu siapa yang mengedarkan kunci jawaban palsu itu. Masih diselidiki. Jika masuk tindak pidana, kami serahkan kepada polisi,'' ujarnya kemarin.
Mungin mengatakan, pihaknya juga belum tahu apakah sekolah terlibat dalam mengedarkan kunci jawaban palsu tersebut. ''Bisa saja oknum, tapi juga tidak tertutup kemungkinan pihak sekolah,'' katanya.
Jika sekolah berperan dalam mengedarkan kunci jawaban palsu, Depdiknas siap mengenakan sanksi administratif. ''Sanksi mulai dari yang ringan hingga terberat, seperti pemberhentian pegawai. Namun, berat ringan sanksi masih bergantung pada proses penyelidikan, '' jelasnya.
Sumber Jawa Pos menyebut, beredarnya kunci jawaban palsu di SMAN 2 Ngawi sangat mungkin dilakukan sekolah. Kunci itu beredar bukan melalui pesan singkat (SMS), melainkan didiktekan para guru.
Sumber itu menyebutkan, di ruang ujian memang ada pengawas dari sekolah lain. ''Tapi, di antara pengawas juga biasa saling kerja sama. Mereka kan sama-sama guru. Jadi, satu sekolah dengan sekolah lain saling membantu,'' tuturnya. Karena itu, para siswa percaya dan mengisi lembar jawaban ujian nasional (LJUN) dengan kunci jawaban tersebut.
Koordinator Tim Pemantau Independen (TPI) dan Pengawas Unas Haris Supratno menyebut, perguruan tinggi sebagai pengawas unas mendapati kecurangan itu karena curiga terhadap pola jawaban yang sama. ''Tapi, kita tidak tahu siapa yang mengedarkan kunci jawaban. Tugas pengawas selesai. Kami menemukan kecurangan dan melaporkan ke BSNP,'' ujarnya.
Menurut dia, soal sanksi merupakan kewenangan Depdiknas. Yang pasti, PTN dan PTS yang ditunjuk sebagai pengawas unas SMA telah berupaya sebaik-baiknya dalam mengawal unas. ''Kalau ternyata masih ada kecurangan seperti ini, berarti ya kembali lagi ke moral siswa,'' ungkapnya.
Sekdaprov Jatim Rasiyo yang mantan kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim mengakui terjadinya kasus itu di wilayahnya. Dia mengatakan, BSNP telah memanggil para kepala dinas untuk membahasnya. ''Akhirnya disepakati ada ujian ulang. Kalau tidak ada ujian ulang, malah kasihan siswa.Mereka itu kan siswa SMA favorit,'' tuturnya.
Dia mengatakan, kasus itu sejatinya bukan kejadian pertama. Hanya, kali ini siswa yang tidak lulus mencapai 100 persen.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Provinsi Jatim Suwanto berjanji menyelidiki dan bertindak tegas. ''Semua perbuatan yang merugikan kan harus diberi sanksi,'' ujarnya. (kit/sha/dwi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar